Memahami dan Menganalisis ide Pokok dan Ide Penjelas dalamTeks Biografi/ X. Sem. Genap
Pada pembelajaran kali ini, kalian akan belajar memahami informasi dalam biografi melalui kegiatan menyimak. berikut ini merupakan teks biografi salah satu tokoh pahlawan nasional Indonesia, yaitu Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.
Kalian juga dapat menyimak melalui pembacaan teks biografi oleh satu teman di kelas. Di bawah ini adalah versi teks tulis biografi Ki Hadjar Dewantara. Mintalah salah satu teman untuk membacakannya secara nyaring. Simaklah dengan saksama pembacaan tersebut. Kemudian, jawablah beberapa pertanyaan setelahnya dan bahaslah isinya bersama teman secara berkelompok.
Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara
dikenal sebagai penulis
andal. Kemampuan menulisnya
terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa
surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden
Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer, dan
Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif,
tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain bekerja sebagai seorang wartawan
muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif
dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia mengenai
pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa
dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai
Tiga Serangkai.
Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai
Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar
Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya
adalah dengan me- nerbitkan tulisan
berjudul “Als Ik Eens
Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang
Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (satu
untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan
tersebut menjadi tulisan
terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.
Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial
Belanda melalui Gubernur
Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap
Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman
pengasingan bagi keduanya.
Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang
ke negeri Belanda
karena di sana mereka dapat
mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya,mereka diizinkan
ke negeri Belanda
sejak Agustus 1913 sebagai bagian
dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu
dipergunakan untuk mendalami masalah
pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar
Dewantara
berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar
Dewantara kembali ke tanah air.
Di
tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama
rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendiri-
kan sebuah perguruan
yang ber-
corak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional
Taman Siswa) pada 3 Juli 1922.
Taman Siswa ialah suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi
jelata untuk dapat mem- peroleh
hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang- orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik
agar mereka mencintai bangsa dan tanah air
serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar
Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Melalui tulisan-tulisan itulah
dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional
bagi bangsa
Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan
Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga
Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar
ditunjuk untuk menjadi salah
seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur.
Setelah kemerdekaan Indonesia
berhasil direbut dari tangan penjajah
dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar
Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28
April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana
Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai
semangat perjuangan
Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan
berbangsa. Koleksi museum
yang berupa karya
tulis atau konsep dan
risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar
sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai
seorang seniman telah direkam dalam
mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip
Nasional.
Kini, nama Ki Hadjar Dewantara
diabadikan sebagai seorang
tokoh dan pahlawan pendidikan
(Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni
tut wuri handayani
(di belakang memberi dorongan),
ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi
teladan) akan selalu menjadi dasar
pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional.
Bahkan, pada tanggal
28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai
Pahlawan Pergerakan Nasional
melalui Surat Keputusan
Presiden RI No. 305 tahun 1959.
Tidak ada komentar